Sabtu, 06 Juli 2013

Kisahku dan pohon yang tumbuh

Bandung, 6 Juli 2013

Sore hari yang cerah di selasar masjid di kampusku dahulu. Tinggal beberapa hari lagi, Ramadhan akan tiba. Rutinitas bakal ditambah dengan sahur bersama dan berbuka puasa bersama di kantor. Yup, ini kali kedua masuk bulan Ramadhan di perantauan. Tapi lebih enak dan menyenangkan kalau berbuka puasa dan sahur di awal bulan bersama keluargaku. Hehe. Tidak apa-apa. Lagipula aku juga menghadapi hal yang sama sejak berkuliah dulu. :) 


Hmm.. sore hari di selasar masjid, setelah aku menunaikan shalat ashar. Ku melangkah turun, menapaki anak tangga satu-persatu, keluar dari dalam masjid menuju tempat sepatuku disimpan. Kebetulan sepatu itu tidak disimpan dalam rak sepatu di masjid. Karena ku yakin, Insya Allah, tidak ada maling sepatu di sana. Hehe. Tas yang ku bawa segera ku taruh di samping kananku, sambil duduk dan memakai sepatu yang terbilang muda: baru beberapa bulan melindungi kakiku saat bepergian (pulang pergi) antara Tasikmalaya dan Bandung untuk melanjutkan perkuliahan di salah satu universitas swasta di Bandung; setiap sabtu dan minggu. Maklum, aku mengambil kelas karyawan karena aku mengetahui bahwa ada beberapa perguruan tinggi yang menyelenggarakan kelas ini dan waktunya cocok dengan waktu luangku yang ada di kedua hari itu; di samping alasanku karena lebih nyaman berkuliah di sana (Bandung). 

Ku pakai sepatu dan ku ikat tali sepatu dengan erat. tidak berkaus kaki karena semua kaus kaki masih basah di tiang jemuran di depan kamar kosku (:D). 



Ada hal yang menarik perhatianku setelah mengikat tali sepatu. Perhatianku tertuju pada sebuah pohon yang tertanam di depanku saat itu. Pohon ini masih muda, namun ku lihat, dia telah tumbuh sangat pesat dibanding ketika dia ditanam dulu. Dahan dan ranting, meski masih belum sebesar batangnya, namun tumbuh begitu panjang dan dedaunan yang tumbuh juga semakin banyak. Ku taksir tinggi pohon itu sudah lebih dari dua meter. Dahannya pun memanjang hampir mencapai 1,5 meter.


"Ternyata kau sudah besar, ya." 

"Ku kira kau masih kecil karena kau baru berumur satu tahun lebih, sejak ku tinggalkan kampus ini." 

"Tapi kau tetap tenang dalam tumbuh." 

"Kau telah memiliki batang tubuh yang semakin kuat dan besar, dahan dan ranting yang semakin panjang dan banyak, serta dedaunan yang semakin banyak." 

Tapi sang pohon tidak menjawab. 

Aku merenungkan apa yang akan dijawab pohon. Tapi tetap tidak terbayang bagaimana dia menjawabnya dan apa jawabannya. :) 

 "Kau tumbuh setiap hari, menghadapi siang yang terang benderang dan panas matahari terus menerus menerpamu. Kau juga menghadapi malam yang gelap dan begitu dingin, Aku, manusia, terkadang mengeluh saat panas siang hari menuntut diriku. Malam pun terkadang diprotes karena terlalu dingin dan gelap. Tapi hingga saat ini, kau tidak mengeluh." 

"Apa jawabanmu?" 

Sang pohon masih terdiam. 

"Dugaanku, karena keikhlasanmu menghadapi semua ini. Kau tidak menghiraukan panas di kala siang dan dingin di tengah malam. Aku tahu karena kau juga membutuhkan mereka. Kau butuh siang hari karena kau membutuhkan cahaya matahari dalam membantu proses fotosintesis dan tumbuhmu. Kau juga membutuhkan malam hari karena kau dapat menikmati usahamu tadi: berlimpahnya oksigen di alam ini." 

"Kau juga memberikan keteduhan bagi apa dan siapa saja yang bersandar, tanpa memandang siapa dan apa. Terkadang kau juga memberikan keteduhan sejenak bagi para pengendara motor yang kehujanan, memberikan kesempatan bagi mereka untuk memakai jas hujan sebelum beranjak dari sana." 

Tapi sang pohon tetap terdiam. 

Aku tersenyum. Aku memang tidak dapat mendengar jawaban dari sang pohon, tapi aku dapat memahami, bahwa hidupnya tidak diadakan dengan sia-sia, tapi memberikan manfaat yang besar bagi sekelilingnya. Dia tidak mengeluh, dan dia tetap tumbuh. 

"terima kasih, teman. Kau memberikan pelajaran yang sangat berharga, meski kau tak menjawab, namun dengan hidupnya engkau, aku memahaminya." Aku pun berlalu meninggalkannya. Meninggalkan ia sendiri, namun ku yakin ia tetap tumbuh dan takkan pernah berhenti hingga ia mati. 

"Sampai berjumpa lagi, kawan, bila Allah mengizinkan." 

Sang pohon tetap terdiam.

Tidak ada komentar: