Minggu, 15 Februari 2009

Periklanan Operator Seluler: Perang Logika?

Tua-tua keladi
Makin tua makin menjadi....

Mungkin kalimat di atas pantas dikenakan pada para operator seluler di Indonesia. Anda dapat melihatnya secara langsung ketika iklan televisi disajikan, terutama promosi dari sederet operator seluler. Mereka saling membanggakan produknya, tak jarang iklan yang disajikan begitu "kreatif", hingga menampilkan sosok hewan dan latar belakang lingkungan hidup (apakah itu sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan hidup ataukah tujuan keuntungan semata?). Apa maksud darinya?

Saya belajar bahwa periklanan dilakukan dengan tujuan menarik minat para calon konsumen sehingga mereka (konsumen) dapat membeli produk tersebut (baik barang maupun jasa). Ini adalah penawaran tidak langsung (no face to face) antara produsen maupun konsumen. Lalu, mengapa operator seluler sampai membuat iklan "super kreatif"? Jawabannya: konsumen di Indonesia menghabiskan waktunya, salah satunya menonton televisi (banyak penelitian mengungkapkan fenomena seperti ini, bahkan masyarakat Indonesia masuk ke jajaran sepuluh negara yang paling gemar menonton televisi dalam program "Metro 10"). Televisi menjadi sasaran empuk untuk memasarkan produknya.

Saya tak habis pikir, dengan iklan seperti itu, perang logika pun terjadi. Ketika iklan tersebut menyatakan "gratis menelepon 24 jam", masyarakat mengira: itu gratis. Kemudian iklan lain menyatakan, "nelpon gak usah mikirin pulsa", berarti: murah! Kesimpulan dari saya (masih awam) bahwa operator merugi. Tapi, iklan terus ditayangkan...(sebenarnya operator merugi atau untung?)

Iklan tersebut dirasakan "membodohi" pikiran konsumen, bagaimana memilih suatu produk berdasarkan kebutuhan konsumen yang bersangkutan (ingat hukum penawaran, permintaan, dan keseimbangan pasar). Jika ada permintaan, pasti ada penawaran. Tetapi penawaran yang dipaksakan cenderung melemahkan permintaan. Contohnya krisis di AS (walaupun berbeda konteks, Anda dapat membandingkannya dengan topik ini), di mana penawaran begitu banyak, sedangkan permintaan cenderung turun dan terjadilah krisis!

Kompetisi? Mungkin itu salah satu alasan perang iklan dikumandangkan, namun hanya berkutat dalam perang harga, bukan kualitas. Anda lihat tarif operator yang dinamis, hingga promo yang bertebaran di mana-mana, dan laris manis diserbu konsumen. Tetapi kualitasnya masih diragukan. Bilamana tingkat konsumsi meningkat, maka kualitas produk harus dijaga dengan baik. Sayangnya, operator kurang memperhatikan kepuasan pelanggan, dengan banyaknya keluhan dari sana-sini (lihat surat pembaca di setiap koran, minimal ada satu kasus).

Saya menyarankan masyarakat tetap berhati-hati dalam memilih produk, sesuai kebutuhan, dan jangan lupa untuk berhemat.

Catatan: Tulisan ini didasarkan pada pengamatan penulis terhadap perkembangan periklanan televisi. Anda dapat memberikan saran, kritik, pendapat, bantahan, atau apapun (dengan memperhatikan norma yang berlaku untuk menuliskannya dalam topik maupun blog ini) langsung kepada penulis melalui blog ini. Terima Kasih ^_^

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Bener tuh Za,,
masa bayar pake daun? Emang daun alat pembayaran ya.. Hehe